Rabu, 07 November 2018

Wanita di ciptakan

Berdiri bulu roma bila membaca nya..
"Ketika Allah
menciptakan wanita, malaikat datang dan bertanya,
"Mengapa begitu lama engkau menciptakan wanita,
Ya Alllah ???"

Allah menjawab:
"Sudahkah engkau melihat dgn teliti setiap apa yang telah aku ciptakan untuk wanita?"
Lihatlah dua tangannya mampu menjaga banyak anak pada saat bersamaan, punya pelukan yang dapat menyembuhkan sakit hati dan kerisauan, dan semua itu hanya dengan dua tangan".
Malaikat menjawab dgn takjub,
"Hanya dengan dua tangan? tidak mungkin!"
Allah menjawab,"Tidakkah kau tahu, dia juga mampu menyembuhkan dirinya sendiri dan boleh bekerja 18 jam sehari".
Malaikat mendekati dan mengamati wanita tersebut dan bertanya,
"Ya Allah, kenapa wanita terlihat begitu lelah dan rapuh seolah-olah terlalu banyak beban baginya?"
Allah menjawab,"Itu tidak seperti apa yang kau bayangkan, itu adalah air mata."
"Untuk apa???", tanya malaikat.
Allah melanjutkan,
"Air mata adalah salah satu cara dia menunjukkan kegembiraan, kerisauan, cinta, kesepian, penderitaan, dan kebanggaan, serta wanita ini mempunyai kekuatan mempesona lelaki,ini hanya beberapa kemampuan yang dimiliki oleh wanita.
Wanita dapat mengatasi beban lebih baik daripada lelaki, dia mampu menyimpan kebahagiaan dan pendapatnya sendiri,
Dia mampu tersenyum ketika hatinya menjerit kesedihan,mampu menyanyi ketika menangis,
menangis saat terharu, bahkan tertawa ketika ketakutan.
Dia berkorban demi orang yang dicintainya,
Dia mampu berdiri melawan ketidakadilan,
Dia menangis saat melihat anaknya adalah pemenang,
Dia gembira dan bersorak saat kawannya tertawa bahagia,
Dia begitu bahagia mendengar suara kelahiran.
Dia begitu bersedih mendengar berita kesakitan dan kematian,
Tapi dia mampu mengatasinya.
Dia tahu bahwa sebuah ciuman dan pelukan dapat menyembuhkan luka.

Allah S.W.T berfirman:
"Ketika Aku menciptakan seorang wanita, ia diharuskan untuk menjadi seorang yang istimewa.
Aku membuat bahunya cukup kuat untuk menopang dunia,
namun, harus cukup lembut untuk memberikan kenyamanan."
"Aku memberikannya kekuatan dari dalam untuk mampu melahirkan anak dan menerima penolakan yang seringkali datang dari anak-anaknya. "
"Aku memberinya kekerasan untuk membuatnya tetap tegar ketika orang-orang lain menyerah,
dan mengasuh keluarganya dengan penderitaan dan kelelahan tanpa mengeluh."
"Aku memberinya kepekaan untuk mencintai anak-anaknya dalam setiap keadaan, bahkan ketika anaknya bersikap sangat menyakiti hatinya."
"Aku memberinya kekuatan untuk menyokong suaminya dalam kegagalannya dan melengkapi dengan tulang rusuk suaminya untuk melindungi hatinya."
"Aku memberinya kebijaksanaan untuk mengetahui bahwa seorang suami yang baik takkan pernah menyakiti isterinya,
tetapi kadang menguji kekuatannya dan ketetapan hatinya untuk berada disisi suaminya tanpa ragu."
"Dan akhirnya, Aku memberinya air mata untuk dititiskan.
Ini adalah khusus miliknya untuk digunakan bilapun ia perlukan."
"Kecantikan seorang wanita bukanlah dari pakaian yang dikenakannya, susuk tubuh yang ia tampilkan, atau bagaimana ia menyisir rambutnya.
Kecantikan seorang wanita harus dilihat dari matanya, kerana itulah pintu hatinya, tempat dimana cinta itu ada."
"CINTANYA TANPA SYARAT".
Allahuakbar... specially dedicated kepada semua wanita disana dan disini. Istimewanya seorang Ummi,mak,mama,ibu.... dan beruntungnya dijadikan sebagai seorg wanita. ����

Rabu, 31 Oktober 2018

Pantaskah Berharap

Pernahkah kamu berharap pada seseorang.
Kamu berharap kebaikannya, kehadirannya, perhatiannya, kasih sayangnya,
Tapi
Seringkah engkau dikecewakannya, menangis karenanya, disakiti olehnya?
Lalu
Pantaskah kamu masih berharap padanya? Ataukah dalam kecewa, dalam tangis dan dalam sakit itu Adakah kebahagiaan yang kamu dapatkan? Apakah dengan kecewamu, dia berubah menjadi baik? Apakah dengan tangismu, dia akan hadir? Ataukah dengan perasaan sakit hatimu, dia menyayangimu?
Mungkin jawabannya TIDAK
Jadi
Bukankah ini saatnya untuk kamu pergi, berpaling, menjauh?
Setidaknya pergilah dari rasa kecewa itu. Berpalinglah untuk tetesan airmata itu . Menjauhlah untuk membahagiakan hatimu.
Sulitkah itu bagimu?
Jika “YA”
Pikirkanlah betapa dia tak pernah mengharapkanmu, mempedulikanmu, memikirkanmu.
Tanpa kamu sadari
Kamu telah hanyut dalam harapan, impian dan angan kosongmu
Sedikit kata darinya sudah membuat kamu merasa diperhatikan
Sedikit senyum darinya sudah membuat kamu pikir dia peduli
Sedikit kabar darinya sudah membuat kamu terlena, tak beranjak
Ya
semua yg sedikit itu saja sudah membuat kamu bahagia
Yg sedikit bahkan semu, sudah membuat kamu bertahan
Untuk apa?
Untuk sesuatu yang KOSONG, tak pernah dia pikirkan, bkn apa-apa untuknya, DIA TIDAK TAHU, TAK AKAN PEDULI
Dan esok, lusa, nanti ataupun detik yang akan datang
Kamu akan kecewa, menagis dan sakit hati lagi
Tidakkah semua itu CUKUP?
Saatnya kamu melangkah
Mendaki di terjal kehidupan dan mengalir bagai sungai
Jangan bertahan untuk harapan yg tak pernah ada
Jangan menunggu hembus angin yang lalu
Jangan sampai kamu terbangun dalam keadaan remuk
Selagi kamu bisa berdiri
Selagi airmatamu belum habis
Selagi hatimu belum bernana
Biarlah sakitnya terasa hari ini
Esok luka itu akan mengering
Biarlah dia menjadi bagian kenanganmu
Tapi dia tak lagi menghancurkanmu
Bahkan ketika kamu pergi
Dia tak akan menangisimu
Mungkin dia tak menyadarinya
Karena kamu bukan yang diharapkannya
Kamu bukan yang dipirkannya
Kamu bukanlah apa-apa baginya
Jangan pernah menoleh lagi untuknya
Jika hari ini kamu sadar siapa dia
Besok, tahun depan, sepuluh tahun lagi
Dia akan menjadi orang yang sama
Yang tak pernah mempedulikanmu
Yang hanya memberimu sedikit kata, sedikit senyum
Yang akan menumpahkan air matamu,
Menggoreskan rasa kecewa,
Dan mengguratkan luka dihatimu
Maka
PERGILAH , PERGILAH
Biarkan hari ini adalah akhir kecewa kamu
Biarkanlah airmata itu menetes sederasnya
Dan biarlah rasa sakit itu menghunjam dalam
Tapi itu yang TERAKHIR untuknya
Itu yang TERAKHIR
Ingat!
Tuhan tidak menciptakan satu orang didunia ini
Bukalah hatimu
Diluar sana masih banyak yang membutuhkanmu...

Sabtu, 10 Oktober 2015

p354n Un7Uκ p4r4 5U4mI d4n c4し0n 5U4mI

PESAN UNTUK PARA SUAMI DAN CALON SUAMI

SUAMI terindah di mata ISTRI nya bukanlah yang paling tampan, melainkan yang bisa membuatnya merasa tercantik didunia

SUAMI tergagah di hati ISTRI nya bukanlah yang paling kekar ototnya, melainkan yang mampu mendengarkan, memahami, & mengerti curahan hatinya

SUAMI terkaya bagi ISTRI nya bukanlah yang terbanyak hartanya. Melainkan dia yang pandai bersyukur & mengungkapkan terimakasih Kepada NYA,,

SUAMI tershalih bagi ISTRI nya bukan sekedar yang banyak ilmu agama & rajin ibadahnya,melainkan juga yg paling mulia akhlaknya,,

SUAMI paling hebat bagi ISTRI nya bukanlah yang mampu membelikan apapun untuknya, melainkan yang senyum & airmatanya selalu setia bersamanya,,

SUAMI tercinta bagi ISTRI nya adalah dia yang prasangka tak mengalahkan akhlaqnya,dan yang kekesalan tak mengalahkan kemaafannya,,

Wanita itu merindukan suami yang suka bilang "i love you" tapi juga mampu membelikan anaknya susu,,
Wanita itu senang punya suami yang sukses karirnya. Namun tetap memprioritaskan keluarganya,,
Wanita itu senang dengan suami yang banyak amanahnya,namun tak hilang romantisnya,,
Wanita itu rindu dengan suami yang mencintai dirinya. Namun tetap menomorsatukan Tuhannya,,
Moga, engkau menjadi suami yg hebat untuk istri dan keluargamu,,

Jumat, 09 Oktober 2015

#QUOTES_FORYOU,,,

Dalam sebuah riwayat di sebutkan , ada seorang ulama yg sangat terkenal bernama Hasan Al- bashri , beliau pernah di tanya oleh istrinya sesampai beliau di rumah
" Ya suamiku , sdh berapa wanita cantik yg kau lihat/pandang mulai dari keluar rumah hingga masuk rumah lagi ?
Maka Hasan Al-bashri pun menjawab :
Ya istriku , ketahuilah tidaklah aku keluar rumah hingga masuk rumah kembali , kecuali aku hanya melihat jempol kakiku saja  Masya Allah

Dan sekarang kita sdh berada pada zaman yg pernah di katakan Rasulullah
Dimana zaman serba canggih , pria dan wanita bisa saling pandang tanpa harus keluar rumah , salah satu fitnah terbesar di akhir zaman adalah wanita .
Rasulullah pernah bersabda :
"*Apabila di antara kalian melihat wanita , maka hendaklah ia nendatangi istrinya , karena dengan begitu akan menentramkan gejolak syahwat di jiwanya ( HR . Muslim )*

Di zaman skrg ini memang tdk mudah utk menghindari tapi paling tdk perbanyaklah beristighfar 

Senin, 14 September 2015

✔PANEMBAH KANG SEJATI


Panembah Kang Sejati

Kanggo nggayuh supaya wong urip bisa “muksa” syarat mutlak kang kudu dilakoni yaiku kudu cedhak karo Gusti Kang Murbeng Dumadi. Jalaran “muksa” iku tegese bisa mbalekake barang-barang silihan saka Gusti, utawa yen wong Islam ngarani marang Allah SWT.
Kang kudu dingerteni barang-barang apa wae kang wis kita silih, yaiku urip. Urip iki asale saka Kang Gawe Urip, utawa Gusti Kang Murbeng Dumadi mau. Kaya kang tinulis ing Al-Qur’an surat Al Haj (surat 22) ayat 5: “He para manungsa. Menawa sira mamang perkara bakal tangine wong kang wis mati, sira mikira. Ingsun wis gawe leluhurira Nabi Adam saka lemah, saiki Ingsun nitahake awakira saka mani. Banjur dadi getih kenthel, banjur Ingsun dadekake daging ganep wujud bayi lan ora ganep (lengkap). Supaya sira terangake kasampurnan kuwasa-Ningsun.
Lesan mau kang Ingsun kersakake lestari dadi manungsa. Ingsun lerenake ing guwagarba tekan mangsane lair. Sira banjur Ingsun wetokake dadi bayi, nuli Ingsun paringi urip nganti tekan wayah mempeng. Saweneh manungsa ana kang mati sadurunge dewasa, lan ana kang dawa umure nganti pikun, (iku Kersaningsun) nganti si pikun mau lali barang kang maune disumurupi.Lan maneh sira andeleng bumi iku ngenthak-enthak tanpa thethukulan. Bareng wis Ingsun turuni banyu udan, banjur ngarejet (obah) thukul thethukulan warna-warna kang mbungahake para manungsa (kang becik-becik).”
Sejatine manungsa urip iku kadunungan telung perkara, yaiku badan wadhag kang asale saka manine bapa lan sel telure biyung, kaloro badan alus (roh) kang asale saka alam arwah, lan katelu urip kang asale saka paringane Gusti Kang Murbeng Dumadi. Katelune kaiket utawa ditaleni dening taline urip yaiku nafas, dadi wadhag-roh-lan urip dadi sawiji, iki diarani wong urip. Yen roh karo uripe ucul saka badan wadhag, amarga taline urip pedhot, ragane ditinggal, mati kaku dadi bathang. Iki uga dialami kabeh sagung barang kang urip. Kayata: wit-witan, kabeh kewan, yen ditinggal roh/badan aluse, badan wadhag mesthi mati dadi bathang, awake kaku.

Lha saiki roh/badan alus karouripe menyang endi? Kudune roh lan uripe mlebu alam barzah/alam kubur. Ing kene bakal nampa siksa kubur apa nikmat kubur, salaras karo amale neng donya nalika urip dhisik. Lha lawase sepira? Gumantung “vonise” Kang Murbeng Dumadi. Yen wis entek vonise, arwah/roh lan uripe mlebu ana alam arwah. Ing kene antri ngenteni dina kiyamat. Yaiku dina bakale wong mati ditangekake dadi urip maneh. Mangkono sateruse (maosa Al-Qur’an, surat Al Baqarah, ayat 28). Nganti akhire bali marang ngarsane Gusti kang Murbeng Dumadi.
Lha saiki yen awake dhewe kepengin bisa bali marang Pangeran (Allah SWT), ya wiwit saiki kudu kenal karo Gusti Allah SWT. Lan maneh awake dhewe kudu sregep ngadhep utawa madhep marang Gusti kaya tuntunan agamane dhewe-dhewe.

Agama Islam menehi tuntunan kanggo ngadhep marang Allah SWT kudu shalat. Lan agama Islam milah tataran ilmu iku dadi patang tataran. Tingkatan ilmu cacah papat iki marakake panembah utawa shalat kaperang dadi papat, yaiku: shalat sarengat, shalat tarekat, shalat hakekat, lan shalat ma’rifat.
Shalat sarengat iku manembahing raga, sesucine mawa toya (banyu). Yen katrima mahanani makrifating sarengat. Tegese weruhe panca indera. Kayata mripat ndeleng gumelare donya nyebabake percaya manawa kabeh mau mesthi ana kang nitahake, yaiku kang sinebut Pangeran utawa Gusti Allah. Kapercayan kang mangkene iki disebut wajibul yakin.
Shalat tarekat iku manembahing cipta (ati), sesucine merangi hawa nafsu, sesirik. Yen katrima mahanani makrifating tarekat. Tegese weruhe sipangerti, lire kapercayane kanthi pangerti marang sejatine kang sinebut Pangeran iku, ora mung tiru-tiru wong akeh wae. Kapercayan ngene iki dirani ainul yakin.

Shalat hakekat iku manembahing jiwa (roh) kang mawa piranti “rasa jati”, sesucine sarana eneng, ening, awas, lan eling. Yen katrima mahanani makrifating hakekat. Tegese weruhe si-rasa jati. Lire kapercayan ora kandheg ing pangerti bae. Kapercayan ngene iki diarani haqqul yakin. Ing tataran/tingkatan iki wis wiwit kebuka werna-werna hijab (warana) kang ngaling-alingi antarane titah karo kang nitahake. Nanging ya tingkatan iki kang banget gawate, karana akeh begalane.
Shalat makrifat. Iku panembahing sukma. Yaiku jiwa kang kuwasa tanpa piranti (sang alus/urip). Sesucine sarana wairagya, yaiku ngipatake sawernaning gegayuhan apa wae, kajaba mung tumuju marang Pangeran (Allah SWT), yen katrima mahanani makrifating makrifat utawa sejatining makrifat. Lire percaya tanpa piranti, sarta tan kena kinaya ngapa. Iya ing kene tingkatan iki kasebut leburing papan kalawan tulis, cep tan kena kinecap, diarani isbatul yakin, yaiku teteping kapercayan.
Utamane nindakake kaya mangkono kaping lima jroning sedina-sewengi kaya wektu shalat wajib. Ora-orane sepisan dalem sedina-sewengi. Ora-orane maneh iya sepisan ing dalem seminggu. Ora-orane maneh ya sepisan ing dalem sesasi. Ora-orane maneh ya sepisan ing dalem setaun. Ora-orane maneh ya sepisan dalem….selawse urip.
Iki ana uran-uran/tembang (embuh karangane sapa) kang nggambarake wong kang lagi sepisan ngicipi kahanan tan kena kinaya ngapa iku, mangkene unine:
“Damar kurung binekta ing kemit, tintingana salira priyangga, den rumangsa sisipa. Rohing kacang puniku, angelayung rasaning ati. Sela panglawet ganda, sepisan ketemu, kalabang sinandhung cuncar, norarena kepanggih sepisan ping kalih, kumudu saben dina.
Pancen kanggo cecedhakan karo Gusti kita kudu ngundhakake iman lan pangerten kita marang Allah SWT. Jalaran supaya bisa “sesambungan” karo Pangeran kita kudu ningkatake shalat kita sa-ora-orane tekan tingkat shalat hakekat. Sokur bisa tekan shalat makrifat. Saengga besuk yen kita wis mati, kita bisa marak ngarsane Pangeran Kang Akarya Gesang. Iya iki tujuan akhir urip kita: marak ing Ngarsane Gusti.

MANUNGGALING KAWULO GUSTI


MANUNGGALING KAWULO KELAWAN GUSTI DALAM SERAT CENTHINI

WEJANGAN SYEKH AMONGRAGA KEPADA NIKEN TAMBANGRARAS (MANUNGGALING KAWULO KELAWAN GUSTI DALAM SERAT CENTHINI) 
Oleh Mas Kumitir 
Ini adalah bagian dari Serat Centhini yang membahas tentang tahap-tahap perjalanan seseorang saat mengalami ekstase. Yaitu sebuah kondisi spiritual saat seseorang mengalami “penyatuan” dengan Dzat-NYA atau manunggaling kawulo kelawan Gusti. Serat Centhini, kita tahu, adalah babon serat-serat Jawa yang terdiri dari 12 jilid dan bila dikumpulkan mencapai 6000 halaman lebih. Semoga pembaca mendapatkan secuil manfaat dari terjemahan ini. Rahayu. (Mas Kumitir). Syekh Amongraga memberikan wejangan kepada istrinya yang bernama bernama Niken Tambangraras selama 40 hari/malam, baik yang berkenaan dengan makna hidup dan bagaimana cara manusia mendapatkan makrifat kepada Tuhan Dzat Yang Maha Besar, maupun yang berkenaan dengan kehidupan keluarga. Berikut bait-bait yang kamu dikutip dari Serat Centhini yang menggambarkan tentang kemanunggalan antara Tuhan dan manusia : 

1. Yen nuli / winisik basa sempurna / sareng miarsa Ki Bayi / senggruk-senggruk anangis / tangis cumeplong ing kalbu / manah padang nerawang / ngraos tuwuk tanpa bukti / pangaraose wus ana sangisor aras. “Kemudia ia membisikkan kata-kata sempurna, ketika itu didengar oleh Ki Bayi dia mulai menangis tersedu-sedu, tetapi ia sekaligus ia merasakan suatu kepuasan batin yang besar. Batinnya menjadi terang-benderang, ia merasa kenyang tanpa menyantap sesuatu, ia merasa seolah-olah terangkat ke hadapan tahta Tuhan.” 

2. Ambalik sami sekala / kramane mring Amongragi / mehmeh kaya ngabekti / saking tan nyipa kakalih / mung mangsud guru yekti / Ki Bayi aris turipun / rayi dalem kalihnya / sumangga ing kersa sami / ingkang mugi wontenan sih wulang tuan. “Pada saat yang sama sikapnya terhadap Amongraga berubah sama sekali, ia hampir berbakti kepadanya, karena sekarang ia hanya memikirkan satu-satunya ini, aku mendapatkan seorang guru sejati, kemudian dengan suara lembut Ki Bayi berkata, semoga anda berkenan, agar juga kedua adik anda menerima rahmat ajaran anda.” 

3. Inggih kang basa punika / Mongraga umatur aris / gih putranta sekalihan / sampun kaula wejangi / ing ratri kala wingi / kalihewus sami suhud / matur alkamdu lilah / kaula dados wuragil / sakelangkung panrima kula satitah. “Yakni kata-kata yang tadi anda sampaikan, Amongraga mejawab, kedua putra Bapak sudah saya berikan ajaran itu tadi malam, keduanya sudah maklum akan kebenaran. Syukur kepada Tuhan, kalau demikian akulah yang bungsu, kata Ki Bayi, saya puas sekalai dengan urutan ini.” 

4. Amongraga pan wus wikan / ing dalem papanceneki / Ki Bayi lan putranira / Jayengwesti / beda ganjaraneki / Ki Bayi ganjaranipura / sih kamulyan ing donya / kang putra ganjaraneki / pan cacalon ganjaran mulyeng akerat. “Amongraga tahu, apa yang ditujukan kepada Ki Bayi dan apa yang dituakan kepada kedua putranya, Jayengwesti dan Jayengraga. Ganjaran disediakan kemuliaan dunia ini, bagi kedua anaknya kemuliaan di akhirat.” 

5. Kewawa ngelmi makripat / de Ki Bayi panurteki / kahidayat ngelmu sarak / Sarengat utameng urip / Mongraga matur aris / paduka ingkang akasud / tepakur maring Allah / lan tangat kala ning wengi / lawan ngagengena salat perlu kala. “Kedua anak itu mampu menerima ngelmu makrifat, sedangkan kepada Ki Bayi Panurta diberi tuntunan ngelmu sarak (agama menurut hukum), sehingga ia hidup dengan utama. Kemudian Amongraga berkata dengan lirih, tekunlah dalam menjalankan dan lakukanlah olah bakti malam hari, junjunglah sholat yang diwajibkan pada saat-saat tertentu.” 

6. Ywa pegat adarus mulang / ing kitan Kur’an amerdi / ing janma pekir kasihan / Ki Bayi nor raga ajrih / ing wulang Amongragi. “Daraskanlah (membaca) ayat-ayat Al-Qur’an, rajinlah dalam mengajarkan Kitab Suci. Berilah sedekah kepada orang-orang miskin. Ki Bayi merendahkan diri ketika ia menerima ajaran Amongraga.” 

7. Mongraga denya kasud / sunad wabin nem rekangatipun / tigang salam sawus ing bakda anuli / tangat kiparat tawajuh / kalih salam bakda manggon. “Guna mencapai keadaan ekstasis Amongraga melakukan sholat sunat wabin dengan enam rekaat dan tiga salam (pujian), sesudah itu olah kifarat tawajuh (pemulihan dan terarah kepada Tuhan) dengan dua salam, sesudah itu duduk tidak bergerak.” 

 8. Amapanaken junun / pasang wirid isbandiahipun / satariah jalalah barjah amupid / pratingkahe timpuh wiung / tyas napas kenceng tan dompo. “Sambil mempersiapkan diri untuk manunggal dengan Tuhan, ia melakukan wirid menurut (tarekat) Isbandiah, Satariah, Jalalah, dan Barjah, terserap olehnya, ia duduk bersimpuh (kakinya terlekuk ke belakang), hati sanubari dan pernapasan dalam keselarasan.” 

9. Nulya cul dikiripun / lapal la wujuda ilalahu / kang pinusti dat wajibulwujudi / winih napi isbatipun / pinatut tyas wusa anggatok. “Kemudian ia mengawali dikirnya dengan kata-kata, la wujuda ilalahu (tak ada sesuatu selain Allah), Dat yang niscaya ada, itulah yang menjadi pusat perhatiaannya, dasar penyangkalan dan pengakuan dan dengan itulah hatinya diselaraskan. 

10. Angguyer kepala nut / ubed ing napi lan isbatipun / derah ing lam kang akir wit puserneki / tinarik ngeri minduwur / lapal ilaha angengo. “Kepalanya mulai bergerak memutar, silih berganti menyangkal dan mengakui, pada lingkaran lam terakhir kepalanya bergerak dari pusat ke kiri ke atas. Pada ucapan ilalah kepalanya bergerak.” 

11. Nganan pundak kang luhut / angleresi lapal ila mengguh / penjajahe kang driya mring napi gaib / ilalah isbat gaibu / ing susu kiwa kang ngisor. “Ke kanan ke atas ke arah bahunya, pada saat ia berkata ila inderanya memasuki penyangkalan tersembunyi, ilalah ialah pengakuan gaib di sebelah kiri dadanya.” 

12. Nakirahe wus brukut / lapal la ilaha ilalahu / winot seket kalimah senapas nenggih / senapas malih motipun / ilalah tri atus manggon. “Demikianlah nakirah menjadi paripurna, kata-kata la ilalahu dirasakannya 50 kali dalam suatu pernapasan, kemudian 300 kali ilalah pada pernapasan berikut. Istirahat sebentar.” 

13. Anulya lapal hu hu / senapas ladang winotan sewu / pemancade tyas lepas lantaran dikir / kewala mung wrananipun / muni wus tan ana raos. “Lalu hu, hu, 1000 kali dalam satu pernapasan panjang, demikianlah hatinya naik lepas bebas tanpa rintangan, dengan perantara dikir yang fungsinya hanya sebagai sarana. Suara-suara yang dikeluarkannya tak ada arti lagi.” 

14. Wus wenang sedayeku / nadyan a a e e i i u u / sepadane sadengah-dengan kang uni / unine puniku suwung / sami lawan orong-orong. “Segalanya diperbolehkan, entah itu aa, ee, ii atau uu atau lain sebagainya, terserah apa saja. Kemudian suara-suara itu tiba-tiba lenyap seperti suara seekor orong-orong (yang tiba-tiba diam seketika).” 

15. Ing sanalika ngriku / coplok ing satu lan rimbagipun / dewe-dewe badan budine tan tunggil / nis mikrad suhul panakul / badan lir gelodog. “Pada saat yang sama bata-bata dan bentuk terlepas, artinya badan dan budi masing-masing berdiri sendiri-sendiri, ia lenyap dan mi’raj, terlebur dalam Dat Ilahi, badannya tertinggal bagaikan sebatang glodog.”

16. Tinilar lagya kalbu / yekti ning napi puniku suwung / komplang nyenyed jaman ing mutelak haib / wus tan ana darat laut / padang peteng wus kawios. “Yang ditinggalkan oleh lebah-lebah, kosong. Kalbunya merupakan ketiadaan sejati, kosong sepi. Tiada ada lagi daratan maupun laut, terang dan gelap tiada lagi.” 

 17. Pan amung ingkang mojud / wahya jatmika jro ning gaibu / pan ing kono suhule dinera mupid / tan pae-pinae jumbuh / nora siji nora roro. “Yang ada hanya indah itulah yang meliputi yang batiniah dan lahiriah di alam gaib. Di sanalah usaha Amongraga untuk mencapai kemanunggalan sampai pada titik penghabisan. Tak ada lagi perbedaan, hanya kesamaan yang sempurna, mereka bukan satu bukan dua lagi.” 

18. Wus tarki tanajul / mudun sing wahya jatmika ngriku / aningali tan lawan netranireki / Dat ing Hyang Kang Maha Luhur / patang prekara ing kono. “Sesudah tarakki menyusullah tanazzul, ia turun dari alam lahir dan atin (wahya jatmika), ia memandang lagi tetapi bukan dengan matanya, Dat Yang Maha Luhur, di sana terdapat empat hal.” 

19. Sipat jalal gaibu / jamal kamal kahar gaibipun / wusna mijil saking gaib denyaa mupid / wiwit beda jinisipun / Gusti lan kawula reko. “Sifat jalal yang gaib, keindahan, kesempurnaan dan kekuasaan (jamal, kamal dan kahar) yang gaib. Sesudah keluar dari keadaan gaib mulailah perbedaan dua jenis, yaitu Gusti dan kawula.” 

20. Dat ing gusti puniku / jalal kamal jamal kahar nengguh / sipat ing kawula pan akadiati / wahdat wakidiatipun / alam arwah adsam mengko. “Adapun hahekat Gusti itu ialah jalal, kamal, jamal adapun sifat-sifat kawula itu ialah ahadiyya, wahda, wahadiyya, alam arwah, alam ajsam.” 

21. Misal insan kamilu / beda ning gusti lan kauleku / yekti beda ingriku lawan ingriki / kejaba kang wus linuhung / pramateng kawroh kang wus wroh. “Alam misal dan insan kamil. Perbedaan antara Gusti dan kawula ialah perbedaan antara dua jenis sifat-sifat itu, kecuali bagi manusia yang istimewa (linuhung) yang sudah mengetahui ilmu sejati.” 

22. Sawusira aluhut / lir antiga tumiba ing watu / pan kumeprah tyasira lagyat tan sipi / tumitah ing jamanipun / aral ing kula katonton. “Sesudah ektasinya lewat, ia menyerupai sebutir telur yang jatuh di atas sebuah batu, demikian rasa terkejut di dalam hatinya ketika kembali dalam keadaan makhluk dan melihat kembali keterbatasannya selaku seorang hamba (kawula).” 

23. Luaran denya suhul / angaringaken senapas landung / mot saklimah La ilaha ilalahi / mulya andodonga sukur. “Sesudah kemanunggalannya dengan Tuhan larut, ia bernafas panjang sambil mengucapkan satu kali syahadat, la ilaha ilalah, kemudian memanjatkan doa syukur.” 

24. Yen wus munggah budimulya / Sang Hyang Mahamulya lan mulya ning budi / abeda nora neda / pan wus jumbuh sembah lawan puji / puji amuji ing dawakira / iya dewe nora dewe / tanpa dewe pupus. “Bila budi sudah naik ke tempat yang mulia, maka dalam keadaan mulia itu Yang Mahamulia dan budi berbeda dan tidak berbeda. Sembah dan pujian menjadi serupa. Pujian merupakan pujian terhadap dirinya. Manusia sendiri yang mengalami itu, tetapi juga bukan diri sendiri. Tiada lagi dirinya, hanya itulah yang dapat dikatakan.” 

25. Bakda dikir anuli / adonga sukur Hyang Agung / sawusira dodonga / asujud sumungkem siti / takrub asru tepekurira nelangsa. “Sesudah dikir ia memanjatkan doa syukur kepada Yang Agung, sesudah itu ia bersujud, merebahkan diri ke tanah, dan mendekati Tuhan dengan merasakan kerendahannya.”

26. Rumasa kinarya titah / beda ning kawula gusti / lir lebu kelawan mega / bantala lawan wiati. “Ia menyadari bahwa dia hanya buah ciptaan dan bahwa antara kawula dan Gusti ada perbedaan, seperti antara debu (di tanah) dan awan, atau seperti antara bumi dan ruang angkasa.” 

Dari beberapa bait (pada dalam bhs Jawa) yang ada dalam Serat Centhini ini, dapat memberikan suatu gambaran bahwa Tuhan dan manusia tidak sama, karena manusia adalah ciptaan Tuhan. Namun manusia bisa mencontoh sifat-sifat Tuhan dan mengingatnya dengan memperbanyak dikir sehingga dapat mengalami kondisi ekstasis, yakni kemanunggalan dengan Dzat Mutlak Tuhan.

..:: PEPELING ::..

PEPELING GAWE ELING

Ngudo Roso :
"Bregeget uget-uget ..
Onok suket diujet-ujet ...
Dukun bancik ora gelem mijet ...
Oaalaah tole-tole ...?!"

Piye iki ....
Opo sing digoleki ...
Aparat Kepolisian  podho ditembaki ...
Bangunan negoro kok dirusaki ...

Opo podho ora sadar ...
Urip podho kesasar ...
Opo kepingin negoro iki bubar ...
Lha wong kowe pegawai sing dibayar ....

Opo podho kelalen ...
Karo sejarahe negara iki biyen ...
Gendero werno gulo aren ...
Sing di bangun gak nggawe  leren ...

Ora bondo dunyo thok dadi korban ....
Ugo nyowo sing di gawe totoan ...
Kuat amerga ananing  persatuan ...
Berdaulat amergo dadi Tuan ...

Cong  !! Anak-anakku kabeh ...
Ora usah golek waleh ...
Sing penting ayok podho sing sholeh ...
Rakyat seneng masiyo mangan jangan lodeh ...

Aparat negoro podho rukun ...
Rakyat cilik mergawe tambah tekun ...
Negoro tansoyo adem tentrem ...
Atine rakyat cilik podho ayem ...

Iku sing dadi panjalukku ...
Kudhu gelem mbok gugu ...
Sing ora bener ojok ditiru ...
Ben dalanmu ora keliru